WISATA CIJULANG (PANTAI BATUKARAS)

WISATA CIJULANG (PANTAI BATUKARAS)

Rabu, 09 Desember 2009

penunjukapangandaranMenuju PangandaranMelalui perbukitan, jalan meliuk-liuk, dan mendung menggantung kami melaju terus sambil berdoa semoga hujan belum lagi mau turun. Berderet derah Cikalong, Cibenda, Parigi kami lalui bersama gerimis dan basahnya jalan aspal. Mendekati jam 12 kami masuk di daerah Cijulang.“Kita motong jalan melalui sasak gantung (jembatan gantung). lebih cepat,” usul Roni tanpa menunggu persetujuanku. Kami berbelok ke jalan desa berbatu kapur.Sasak GantungBenar juga. Ada sungai yang memisahkan desa. Cukup lebar sekitar 30 meter. Jembatan gantung ini dibuat dari bambu yang dianyam kemudian digantung dengan kawat sepanjang sungai yang memisahkan desa. Cukup mendebarkan siapapun yang belum biasa melewatinya. Tapi sangat membantu karena jika tidak, kami harus memutar jalan sekitar 10 km.

Hanya beberapa menit kemudian kami tiba di rumah neneknya Roni di desa Mandala. Hanya tinggal 5 menit dengan motor berkecapatan 40 km/jam menuju pantai Batukaras.

narikjaringSore pukul 4 kami menuju pantai Batukaras. Jarak 300 meter aroma laut dan suara dembur ombak mulai menyapa. Pantai masih ramai. Deretan perahu nelayan berjajar rapi. Beberapa penduduk sedang nyair (menjaring) ikan. Cukup berat. Mereka harus menarik tali jaring yang panjangnya sekitar 300m lebih, bahu membahu dengan 4 atau 5 orang. Menarik pelan. Hari ini hasilnya bakal sedikit karena musim ikan belum datang, jelas seorang penduduk.pasir

Berdua

Nyair Jaring

Nongkrong di Perahu

renangSekumpulan anak desa bermain di pinggir pantai. Berenang. Meloncat. Meledek. Mereka tertawa-tawa riang di pantai yang sebenarnya terlarang untuk berenang. Ada tempat khusus untuk berenang dipantai. Sisi selatan. Ah, itu hanya untuk turis. Selanjutnya mereka mengubur sebagian tubuh temannya. Lagi-lagi mereka tertawa. Puas.

Bermain Pasir

Mereka Berenang

pagidipantai2Hari mulai gelap. Sore perlahan digantikan malam. Kami meninggalkan pantai Batukaras. Istirahat di rumah neneknya Roni.

Malam ini kami menyortir foto-foto. Aku kelelahan dan memilih menikmati lelap di desa Mandala. Roni masih menyortir foto lalu mengeditnya. Masih sempat juga ia menulis beberapa puisi untuk ilustrsi foto sampai jam satu malam. Ah, melo banget…..

pagidipantai3Subuh kami bergegas. “Kita beli serabi yuk,” ajak Roni. Motor kami melaju menuju pantai lagi. Mampir sejenak ke penjual serabi. Tutup. Padahal baru jam 5.30.

Pagi di Batukaras

Fajar di Batukaras

Kami melaju ke pantai mengejar fajar. Tiba di pantai Batukaras lagi. Menatap ke horison menikmati laju pelan sinar matahari. Ah, berawan. Sayang sekali. Wajah indah sang mentari tak ku dapat saat ini. Kami mengambil jalan ke utara. “Kita akan lurus sampai mentok,” tantang Roni.

Sip!

“Mr Crab!! Ada mr crab lewat!!” teriak Roni. Aku langsung beraksi menyiapkan kamera. Roni mengambil batang pohon untuk menggiring mr. crab. Nampak sekali mr. crab marah. Ia mengacung-acungkan dua capitnya dengan gagah. Kami senang melihatnya bergaya begitu walau mungkin saja mr. crab sedang marah dan stress karena perjalanannya terganggu. Hehehe….. maaf ya mr. crab. Kami cuma mau ngambil fotomu.

mrcrab

pagidipantai4Di sisi utara ini pantai Batukaras begitu sepi. Kami hanya bertemu seorang turis yang sedang joging. Ini yang kami cari. Kesunyian di Batukaras. Roni menuliskan beberapa kata di pasir. Lalu aku memotretnya. My-chocolate.cn, bagitu ia coret di pasir. Sebuah alamat website pribadinya.

Aku melamun saja. Menghirup sebanyak-banyaknya sisi sunyi Batukaras. Jepret sana-sini layaknya fotografer handal. Udara menghembus sedang. Matahari bersinar hangat. Waktu masih menunjukan pukul 07.00. Aku bersila seperti pertapa. Manatap lama ke horison. Di sanakah kehidupan bidadari? Lama aku menatap horison berharap beberapa bidadari meloncat riang secara tiba-tiba dari balik batas horison. Melesat di sekitarku dan menyapa dengan nada menggoda lalu meninggalkan sebuah selendang sutranya untukku sehingga aku bisa mendapatkannya tanpa perlu mengendap-ngendap seperti Joko Tarub, sang legenda. Aku juga berharap, dibalik selendang itu sang bidadari meninggalkan deretan angka nomor selularnya. Setidaknya aku tahu, operator mana yang mendapat ijin beroperasi di khayangan. Gubrak!!

Menatap Horison

Hari makin siang. Kami harus bergegas mengejar waktu menuju bandung. Menghindari hujan. Menjelang sore jam 3 kami melaju meninggalkan desa Mandala dan pantai Batukaras.
“Lain waktu kita mesti mengatur perjalanan panjang, deh,” teriakku mengajukan usul di atas motor.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar